A. ILMU PENGETAHUAN
Ilmu (atau ilmu pengetahuan) adalah
seluruh usaha sadar untuk menyelidiki, menemukan dan meningkatkan pemahaman
manusia dari berbagai segi kenyataan dalam alam manusia. Segi-segi ini dibatasi
agar dihasilkan rumusan-rumusan yang pasti. Ilmu memberikan kepastian dengan
membatasi lingkup pandangannya, dan kepastian ilmu-ilmu diperoleh dari
keterbatasannya.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
Menurut Aristoteles: pengetahuan
merupakan pengetahuan yang dapat diinderai dan dapat merangsang budi; menurut Decartes:
ilmu pengetahuan merupakan serba budi; Bacon danDavid Home: ilmu
pengetahuan merupakan pengalaman indera dan batin; ImmanuelKent: Pengetahuan
merupakan persatuan antara budi dan pengalaman; dan menurut teoriPhyroo:
mengatakan tidak ada kepastian dalam pengetahuan.
Dari berbagai macam pandangan diatas diperoleh
teori-teori kebenaran pengetahuan:
1.
Teori yang bertitik tolah adanya hubungan dalil à teori ini menjelaskan dimana
pengetahuan dianggap benar apabila dalil (proposisi) itu mempunyai hubungan
dengan dalil yang terdahulu.
2.
Pengetahuan benar apabila ada kesesuaian dengan kenyataan.
3.
Pengetahuan benar apabila mempunyai konsekuensi praktis dalam diri yang
mempunyai pengetahuan itu.
Sikap Ilmiah
Scientist atau Sikap ilmiah dimana ilmuwan mempelajari
gejala-gejala alam melalui observasi, eksperimentasi dan analisis yang
rasional. Ia menggunakan sikap-sikap tertentu (Scientific attitudes).
Sikap-sikap tersebut antara lain :
1. Jujur
Seorang ilmuwan wajib melaporakan hasil pengamatan secara objektif. Dalam kehidupan sehari-hari mungkin saja ia tidak jujur dari manusia lain, tetapi dalam hal penelitian ia harus sejujur-jujurnya dalam melaporkan penelitiannya.
2. Terbuka
Seorang ilmuwan mempunyai pandangan luas, terbuka dan bebas dari praduga. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum menerima/ menolaknya. Jadi ia terbuka akan pendapat orang lain.
3. Toleran
Seorang ilmuwan tidak merasa bahwa ia paling hebat. Ia bersedia mengakui bahwa orang lain mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih luas, atau mungkin saja pendapatnya bisa salah. Dalam belajar menambah ilmu pengetahuan ia bersedia belajar dari orang lain, membandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain, serta tidak memaksakan suatu pendapat kepada orang lain.
4. Skeptis
Ilmuwan dalam mencari kebenaran akan bersikap hati-hati, meragui, dan skeptis. Ia akan menyalidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia akan bersikap kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan tanpa didukung bukti-bukti yang kuat.
1. Jujur
Seorang ilmuwan wajib melaporakan hasil pengamatan secara objektif. Dalam kehidupan sehari-hari mungkin saja ia tidak jujur dari manusia lain, tetapi dalam hal penelitian ia harus sejujur-jujurnya dalam melaporkan penelitiannya.
2. Terbuka
Seorang ilmuwan mempunyai pandangan luas, terbuka dan bebas dari praduga. Ia tidak akan meremehkan suatu gagasan baru. Ia akan menghargai setiap gagasan baru dan mengujinya sebelum menerima/ menolaknya. Jadi ia terbuka akan pendapat orang lain.
3. Toleran
Seorang ilmuwan tidak merasa bahwa ia paling hebat. Ia bersedia mengakui bahwa orang lain mungkin mempunyai pengetahuan yang lebih luas, atau mungkin saja pendapatnya bisa salah. Dalam belajar menambah ilmu pengetahuan ia bersedia belajar dari orang lain, membandingkan pendapatnya dengan pendapat orang lain, serta tidak memaksakan suatu pendapat kepada orang lain.
4. Skeptis
Ilmuwan dalam mencari kebenaran akan bersikap hati-hati, meragui, dan skeptis. Ia akan menyalidiki bukti-bukti yang melatarbelakangi suatu kesimpulan. Ia akan bersikap kritis untuk memperoleh data yang menjadi dasar suatu kesimpulan tanpa didukung bukti-bukti yang kuat.
5.
Optimis
Seorang ilmuwa selalu berpengharapan baik. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu itu tidak dapat dikerjakan, tetapi akan mengatakan “ Berikan saya kesempatan untuk memikirkan dan mencoba mengerjakan “.
6. Pemberani
Ilmuwan sebagai pencari kebenaran harus berani melawan semua kesalahan, penipuan, kepura-puraan, kemunafikan dan kebatilan yang akan menghambat kemajuan.
7. Kreatif
Ilmuwan dalam mengembangkan ilmunya harus selalu kreatif agar terlihat lebih menarik.
Seorang ilmuwa selalu berpengharapan baik. Ia tidak akan berkata bahwa sesuatu itu tidak dapat dikerjakan, tetapi akan mengatakan “ Berikan saya kesempatan untuk memikirkan dan mencoba mengerjakan “.
6. Pemberani
Ilmuwan sebagai pencari kebenaran harus berani melawan semua kesalahan, penipuan, kepura-puraan, kemunafikan dan kebatilan yang akan menghambat kemajuan.
7. Kreatif
Ilmuwan dalam mengembangkan ilmunya harus selalu kreatif agar terlihat lebih menarik.
B. TEKNOLOGI
Teknologi merupakan satu konsep yang luas dan
mempunyai lebih daripada satu takrifan. Takrifan yang pertama ialah pembangunan
dan penggunaan alatan, mesin, bahan dan proses untuk menyelesaikan masalah
manusia.
Istilah teknologi selalunya berkait rapat dengan
rekaan dan gadget menggunakan prinsip sains dan proses terkini. Namun, rekaan
lama seperti tayar masih menunjukkan teknologi.
Maksud yang kedua digunakan dalam bidang ekonomi, yang
mana teknologi dilihat sebagai tahap pengetahuan semasa dalam menggabungkan
sumber bagi menghasilkan produk yang dikehendaki. Oleh itu, teknologi akan
berubah apabila pengetahuan teknikal kita berubah.
Takrifan teknologi yang diguna pakai di
sekolah-sekolah dan institusi-insitusi pengajian tinggi di Malaysia ialah
aplikasi pengetahuan sains yang boleh memanfaatkan serta menyelesaikan masalah
manusia yang dihadapi dalam kehidupan seharian.
Fenomena teknik pada masyarakat kini, menurut
Sastrapratedja (1980) memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1.
Rasionalitas, artinya tindakan spontak oleh teknik diubah menjadi tindakan yang
direncanakan dengan perhitungan rasional.
2.
Artifisialitas, artinya selalu membuat sesuatu yang buatan tidak alamiah.
3.
Otomatisme, artinya dalam hal metode, organisasi dan rumusan dilaksanakan serba
otomatis. Demikian pula dengan teknik mampu mengelimkinasikan kegiatan
non-teknis menjadi kegiatan teknis.
4.
Teknis berkembang pada suatu kebudayaan.
5.
Monisme, artinya semua teknik bersatu, saling berinteraksi dan saling
bergantung.
6.
Universalisme, artinya teknik melampaui batas-batas kebudayaan dan ediologi,
bahkan dapat menguasai kebuadayaan.
7.
Otonomi, artinya teknik berkembang menurut prinsip sendiri.
C. ILMU PENGETAHUAN TEKNOLOGI DAN NILAI
Ilmu pengetahuan dan teknologi sering dikaitkan dengan
nilai atau moral. Hal ini besar perhatiannya tatkala dirasakan dampaknya
melalui kebijaksanaan pembangunan, yang pada hakikatnya adalah penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai
proses, dan sebagai paradigma etika (Jujun S. Suriasumantri, 1984). Ilmu
dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang
berusaha memahami alam, manusia dan perilakunya baik secara individu atau
kelompok. Apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan seperti sekarang ini, merupakan
hasil penalaran (rasio) secara objektif. Ilmu sebagai produk artinya ilmu
diperoleh dari hasil metode keilmuwan yang diakui secara umum dan
universal sifatnya. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga
tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh
teori lain. Ilmu sebagai ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat
meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu diatas, berbeda dengan istilah
pengetahuan. Ilmu adalah diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah
(epistemologi) yang merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan.
Epistemologi ilmu terjamin dalam kegiatan metode ilmiah (èkegiatan meyusun
tubuh pengetahuan yang bersifat logis, penjabaran hipotesis dengan deduksi dan
verifikasi atau menguji kebenarannya secara faktual; sehingga kegiatannya
disingkat menjadi logis-hipotesis-verifikasi atau
deduksi-hipotesis-verifikasi).
Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau
pemahaman diluar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis,
banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan
dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertasi
mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa pembalaran) dan wahyu
(merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para Nabi atau UtusanNya).
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki 3 (tiga)
komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya dimana ketiganya erat
kaitannya dengan nilai moral yaitu:
1.
Ontologis (Objek Formal Pengetahuan)
Ontologis
dapat diartikan hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang
lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya
2.
Epistemologis
Epistemologis
seperti diuraikan diatas hanyalah merupakan cara bagaimana materi pengetahuan
diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan.
3.
Aksiologis
Aksiologis
adalah asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Kaitan
ilmu dan teknologi dengan nilai moral, berasal dari ekses penerapan ilmu dan
teknologi sendiri. Dalam hal ini sikap ilmuwan dibagi menjadi dua golongan:
1.
Golongan yang menyatakan ilmu dan teknologi adalah bersifat netral terhadap
nilai-nilai baik secara ontologis maupun aksiologis, soal penggunaannya
terserah kepada si ilmuwan itu sendiri, apakah digunakan untuk tujuan baik atau
buruk. Golongan ini berasumsi bahwa kebenaran itu dijunjung tinggi sebagai
nilai, sehingga nilai-nilai kemanusiaan lainnya dikorbankan demi teknologi.
2.
Golongan yang menyatakan bahwa ilmu dan teknologi itu bersifat netral hanya
dalam batas-batas metafisik keilmuwan, sedangkan dalam penggunaan dan
penelitiannya harus berlandaskan pada asas-asa moral atau nilai-nilai. Golongan
ini berasumsi bahwa ilmuwan telah mengetahui ekses-ekses yang terjadi apabila
ilmu dan teknologi disalahgunakan.
Nampaknya
ilmuwan golongan kedua yang patut kita masyarakatkan sikapnya sehingga ilmuwan
terbebas dari kecenderungan “pelacuran” dibidang ilmu dan teknologi dengan
mengorbankan nilai-nilai kemanusiaan.
D. KEMISKINAN
Kemiskinan adalah
keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan
dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya
akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global.
Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara
yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi
memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman
utamanya mencakup:
·
Gambaran
kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari,
sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami
sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
·
Gambaran tentang
kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan
ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk
pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari
kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan
tidak dibatasi pada bidang ekonomi.
·
Gambaran tentang
kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna “memadai” di sini sangat
berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia.
Ciri Kemiskinan :
Apabila kita amati, mereka yang hidup dibawah garis
kemiskinan memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
1.
Mereka umumnya
tidak mempunyai factor produksi sendiri seperti tanah yang cukup, modal dan
keterampilan.
2.
Mereka tidak
memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri.
Pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan atau modal usaha.
3.
Tingkat
pendidikan mereka rendah, tidak sampai tamat SD atau SLTP. Waktu mereka tersita
habis untuk mencari nafkah sehingga tidak ada waktu untuk belajar.
4.
Kebanyakan mereka
tinggal di pedesaan
5.
Kebanyakan dari
mereka yang hidup di kota, masih berusia muda dan tidak mempunyai keterampilan
yang mumpuni dan pendidikan yang layak untuk bersaing di kota. Sehingga banyak
dari mereka bekerja sebagai buruh kasar, pedagang musiman, tukang becak,
pembantu rumah tangga. Beberapa dari mereka bahkan jadi pengangguran atau
gelandangan.
Menurut teori Fungsionalis dari Statifikasi (tokohnya
Davis), kemiskinan memiliki sejumlah fungsi yaitu:
1.
Fungsi Ekonomi
Penyediaan
tenaga untuk pekerjaan tertentu menimbulkan dana sosial, membuka lapangan kerja
baru dan memanfaatkan barang bekas (masyarakat pemulung).
2.
Fungsi Sosial
Meninmbulkan
altruisme (kebaikan spontan) dan perasaan, sumber imajinasi kesulitan hidup
bagi si kaya, sebagai ukuran kemajuan bagi kelas lain dan merangsang munculnya
badan amal.
3.
Fungsi Kultural
Sumber
inspirasi kebijaksanaan teknokrat dan sumber inspirasi sastrawan dan memperkaya
budaya saling mengayomi antar sesama manusia.
4.
Fungsi Politik
Berfungsi
sebagai kelompok gelisan atau masyarakat marginal untuk musuh bersaing bagi
kelompok lain.
Walaupun
kemiskinan mempunyai fungsi, bukan berarti menyetujui lembaga tersebut. Tetapi
karena kemiskinan berfungsi maka harus dicarikan fungsi lain sebagai pengganti.
Sumber :
Harwantiyoko
dan Neltje F. Katuuk; Ilmu Sosial Dasar
https://aryanipuspitasaridevi.wordpress.com/2012/11/24/52/
0 komentar:
Posting Komentar