Selasa

Senin

CANDRA NAYA, KETENANGAN TIONGHOA LAMPAU DI TENGAH GEMPITA MODERN


“Sejarah manusia adalah sejarah sepatu. Sejarah tentang tempat dimana ia pernah berpijak dan menjejak.” – Stebby Julionatan

Tersembunyi diantara superblok Hotel Novotel membuat Gedung Candra Naya ini tidak mudah ditemukan, tak ada tanda-tanda khusus bagi rumah bersejarah ini dari pinggir jalan sekalipun. Untuk mengunjungi Gedung bersejarah yang berlokasi di Jalan Gadjah Mada 188, Jakarta Barat ini pengunjung perlu masuk kedalam Hotel terlebih dahulu, pihak keamanan akan mengantar pengunjung menuju sebuah rumah dengan gaya arsitektur Cina yang persis berada di tengahnya.

Dilihat dari bagian depan, Candra Naya tampak begitu kecil di antara bangunan-bangunan raksasa yang berada di sekelilingnya. Meskipun ukurannya tidak begitu besar, tapi Candra Naya seperti magnet bagi siapa saja yang melihatnya. Dengan gaya arsitektur Tiongkok kuno, rumah ini begitu terlihat mencolok diantara yang lain. Terlebih lagi dengan gaya arsitekturnya yang menawan. Kondisi inilah yang membuat siapa saja yang melihatnya seakan terdiam sesaat. Siapa sangka di antara kompleks hotel bintang lima, terselip bangunan bersejarah.

Pada awalnya, bangunan Gedung Candra Naya dimiliki Keluarga Khouw, keluarga tuan tanah Cina. Keluarga Khouw pertama yang menduduki gedung ini adalah Khouw Tjoen. Sedangkan Khouw Kim An adalah anggota keluarga yang Khouw terakhir kali menempati Gedung Candra Naya. Khouw Kim An adalah Ketua Dewan China di Batavia dan diangkat sebagai Mayor China pada tahun 1910-1918. Mayor Khouw Kim An juga menjadi anggota Volksraad (kuasi parlemen kuasi yang dibentuk oleh Pemerintah Hindia Belanda) 1921-1931. Itulah sebabnya gedung Gedung Candra Naya juga dikenal sebagai rumah Mayor.

Tidak jelas kapan rumah tersebut dibangun karena tidak ada petunjuk Nien Hao, atau tahun pemerintahan kaisar China yang tertera. Hanya disebutkan bahwa bangunan didirikan pada tahun kelinci api, hal ini diketahui dari lukisan dengan tulisan memakai karakter Han yang berarti “Pada musim gugur di tahun kelinci”. Pada penanggalan China bisa terjadi di tahun 1807 atau 1867. 

Pada 1946, setelah perang dunia kedua berakhir, organisasi sosial bernama Sin Ming Hui (Perkumpulan Sinar Baru) didirikan. Sin Ming Hui bertujuan untuk memberikan bantuan dan informasi kepada masyarakat Tionghoa. Pada tahun 1960-an, Sin Ming Hui menyewa gedung ini untuk melakukan berbagai kegiatan sosial, seperti menyediakan klinik kesehatan, tenaga kerja dan klinik bantuan hukum, klub olahraga, kegiatan pendidikan dan kegiatan fotografi. Pada tahun 1962 Sin Ming Hui berganti nama menjadi Tjandra Naja. Untuk menyesuaikan diri dengan ejaan baru Bahasa Indonesia, nama organisasi kembali diubah dari Tjandra Naja menjadi Candra Naya.

Gedung Candra Naya Jakarta juga pernah digunakan Sin Ming Hui untuk gedung SD, SMP, SMA, dan berkembang menjadi Universitas Tarumanegara. Oleh sebab itu, Candra Naya merupakan cikal bakal dari beberapa instansi yang ada sekarang yaitu Universitas Tarumanegara, RS Sumber Waras, dan RS Husada.

Gedung Candra Naya sempat terlantar sebelum dibeli Modern Group pada 1992, yang sekarang membuat gedung ini kini dikepung bangunan superblok dan hotel di depannya. Usulan merelokasi Candra Naya dan memindahkannya sementara ke TMII pada 2003 ditolak Gubernur DKI Sutiyoso, sehingga Candra Naya menjadi bagian heritage di kompleks hunian dan komersial terpadu Green Central City (GCC).

Bangunan utama Candra Naya Jakarta berada di tengah, diapit bangunan sayap yang bentuknya simetris kiri kanan, dengan ruang terbuka diantara bangunan sayap kiri dan kanan. Desain arsitektur rumah Candra Naya sangat kental dengan budaya Tiongkok. Bangunan utama gedung terlihat cantik dengan atap lengkung pelana yang kedua ujungnya terbelah dua yang menjadi ciri khas bangunan Tionghoa, ditopang struktur rangka atap yang disebut Tou-Kung. Bentuk seperti ini disebut “yanwei” atau ekor walet. Struktur atap yang melengkung ini juga terdapat pada bangunan kelenteng yang menandakan status sosial penghuninya. Tidak ada patung naga yang umumnya identik dengan khas Tionghoa, namun ada dua patung ayam yang bertengger di kedua ujung bawah atap. Ada pula ornamen burung Hong, daun, bunga pada krepus. Secara keseluruhan bangunan Candra Naya ini terdiri dari ruang tamu, ruang semi pribadi, ruang pribadi, ruang pelayan dan halaman.

Pada bagian teras depan terdapat papan nama bertuliskan Candra Naya. Pintu dan kusen dicat hijau dengan ornamen keemasan. Lampion dan aksesori khas Tionghoa lainnya bergelantungan di langit teras. Di atas kusen pintu terdapat ornamen keemasan berupa ukiran rusa dan angsa. Warna keemasan adalah lambang kekayaan dan kemakmuran. Pada dinding kanan ada tulisan yang berisi sejarah Candra Naya, sedangkan tulisan pada dinding kiri menceritakan sosok Mayor Khouw Kim An, pemilik dan penghuni awal bangunan ini. Di bawah dua aksara Tionghoa keemasan pada pintu yang terbuka, terdapat pengetuk pintu besi bulat dengan ornamen penolak bala berbentuk segi delapan yang disebut Pa Kua, melambangkan empat penjuru angin dan empat penjuru angin tambahannya. Pa Kua dipercayai mampu mengusir roh jahat dan melindungi penghuninya dari pengaruh buruk, hiasan berupa jamur lingzhi pada pintu masuk utama yang melambangkan umur panjang dan ragam hias bergambar buku, papan catur, kecapi serta gulungan lukisan di bagian atas teras depan yang melambangkan sang pemilik rumah adalah seorang cendekiawan (scholar) juga seorang hartawan.

Menjelajah ke bagian dalam rumah, terdapat ruang depan yang dulu menjadi tempat menerima tamu, pengunjung dapat melihat pula foto Khouw Kim An semasa berpangkat kapten dan setelah menjadi mayor. Ruang yang dilapisi dengan lantai marmer ini dikosongkan bersih dari furnitur, hanya ada kumpulan kaligrafi Tionghoa dengan terjemahan Bahasa Indonesia di bawahnya menghiasi sekeliling dinding. Pintu, jendela dan partisi yang terbuat dari kayu hitam dengan ornamen keemasan menambah aura kemewahan pada jamannya. Struktur kayu pada langit-langit ruangan dan ragam hias bagian dalam gedung Candra Naya yang berupa buku, kecapi, papan catur dan gulungan lukisan, dianggap menjadi perlambang bahwa pemilik rumah ini adalah seorang cendekiawan yang kaya. Di langit-langit rumah juga terdapat ornamen dua ekor naga yang berwarna keemasan.

Unsur Feng Shui sangat kental pada bangunan ini misalnya walaupun seluruh pintu utama bangunan ini terletak di tengah  membentuk sumbu, setiap akses masuk diberikan partisi dinding kayu yang membagi akses masuk menjadi dua di kiri dan kanan setelah pintu utama. Hal tersebut dipercaya untuk mencegah agar rejeki tidak bocor atau lari ke menerus ke luar setelah masuk dari pintu utama.

Terdapat pemandangan unik di area dalam rumah utama. Atap terbuat dari kaca dan menjadi akses utama cahaya matahari masuk ke dalam rumah. Atap tersebut ternyata dibuat sejak rumah tersebut dibangun, bukan modifikasi modern yang dibuat oleh tim konservasi. Atap dari kaca tersebut merupakan pengganti tian jin, atau sumur langit dalam istilah filosofi bangunan China. Setiap rumah tapak dengan model arsitektur China memiliki tian jin, yaitu bagian terbuka pada atap yang menghubungkan area inner-court (dalam rumah) dengan udara luar. Atap tidak dibuat terbuka melainkan ditutup dengan atap kaca atau istilahnya dibuat menjadi skylight. Skylight tersebut ditopang dengan kuda-kuda kayu khas arsitektur pecinan atau Tou Kung yang dihias dengan ukiran yang menunjukan derajat dan status yang tinggi orang Tionghoa di masa lalu. Ada hiasan berupa boneka naga merah dan lampion merah yang digantung mengelilingi empat sisi perimeter skylight memberikan citra ada empat ‘penjaga’ pada bangunan ini.

Di kiri kanan gedung utama berdiri bangunan sayap untuk ruang pelayan, dapur, tempat para selir dan anak-anak. Seharusnya masih ada bangunan dua lantai di bagian belakang yang kini sudah tak ada lagi. Fungsinya sebagai ruang kamar-kamar tidur terdiri dari dua lantai.
Kedua bangunan tersebut dipisahkan courtyard samping. Kini courtyard  samping ini dimanfaatkan sebagai restoran dan kafe “Kopi Oey” sebuah kedai kopi bergaya oriental. Gang tersebut dihiasi oleh lampion-lampion merah bergantungan di atasnya menambah kental suasana pecinan pada bangunan ini meskipun dia terpisah jarak dengan Glodok. Suasana teduh berbeda jauh dengan suasana ruang pecinan Glodok pada umumnya dipenuhi pedagang dan orang berlalu lalang.  Lain hal dengan Candra Naya, courtyard yang lega dan elemen-elemen arsitektur yang berkarakter mencerminkan identitas dan kemewahan sang pemilik rumah pada jaman dahulu.
Di bagian belakang terdapat teras dan kolam teratai. Kolam ini kini hanya berupa kolam kecil dengan pancuran berbentuk katak berwarna emas. Hal ini juga mampu menunjukkan kemewahan jika dibandingkan dengan permukiman Tionghoa pada waktu itu.
Lantai marmer, kolam di belakang rumah, dan banyaknya bukaan dengan ukuran besar membuat rumah ini sangat sejuk di tengah suhu Kota Jakarta yang membuat gerah. Selain itu, bangunan ini mengajarkan kita bagaimana menghadapi iklim setempat secara alami dan dengan konsumsi energi seminimal mungkin. Hal ini bertolak belakang dengan superblok yang menaungi gedung ini. Kesejukan dan kesunyian dalam ruang ini dapat membuat anda betah berlama-lama menghayati struktur ruang dengan kemewahan yang didefinisikan orang Tionghoa di masa lampau.
Gaya Fujian milik Candra Naya sudah mendefinisikan ruang dan kemewahan menurut orang Tionghoa di masa lampau dan mengajarkannya kepada kita sebagai orang dengan pengetahuan akan arsitektur mengenai Arsitektur Pecinan yang tidak kalah indah dengan bangunan kolonial yang selama ini kita lihat. Candra Naya sungguh mempersembahkan tempat singgah jika ingin mengasingkan diri menuju kesunyian, merasakan ketenteraman ditengah hiruk pikuk metropolitan, melihat – membayangkan  Jakarta di masa lampau serta menikmati suasana Pecinan yang berbeda.
Oleh : Bernadetha Ratnasari
Share:

Kamis

BERKELILING DUNIA DALAM SEKEJAP DI SHENZHEN [WINDOW OF THE WORLD & SPLENDID CHINA]

Jika Taman Mini Indonesia Indah (TMII) merupakan replika bangunan dan ikon daerah yang ada di Indonesia, maka Window of The World merupakan replika monumen dari berbagai negara di dunia. Tempat wisata yang berdiri pada tahun 1994 ini usianya ternyata lebih muda dari Taman Mini Indonesia Indah yang diresmikan tahun 1975. Dimanjakan dengan sederet replika berbagai objek keajaiban dunia, warisan sejarah, hingga situs pemandangan menakjubkan dari berbagai belahan dunia di dalam kawasan seluas  480.000 meter persegi  yang terletak tepat di sebelah Splendid China.



Di tempat ini pengunjung dapat berkeliling mulai dari zona benua seperti Amerika, Asia, Eropa, dan Afrika, hingga beberapa zona menarik lainnya seperti Taman Patung, World Oceania, World Square, serta sebuah zona bernama International Street. Berada di sepanjang zona benua, para pengunjung akan disuguhkan oleh pesona dari lebih kurang sekitar 130 jenis koleksi replika atau miniatur berbagai jenis bangunan serta landmark terkenal. Salah satunya miniatur Menara Eiffel dari Paris. Terdapat pula sebuah replika atau miniatur dari salah satu gunung berapi paling terkenal dipulau Hawaii yang dirancang secara khusus agar dapat menyemburkan air.  Ada juga miniatur air terjun terkenal benama Niagara, Istana Buckingham, Istana St Petersburg, Istana Versailles, Menara Pisa, Katedral Notre Dame, Acropolis, Taj Mahal, Sydney Opera House, dan masih banyak lagi.

Salah satu daya tarik lain dari WOW adalah beberapa acara panggung hiburan, di antaranya Festival Musim Semi, Cherry Festival, Pekan Kebudayaan India, Beer Festival International, Pop Music Festival, Festival Musim Panas, hingga sederetan festival menarik khas dari berbagai negara lainnya.
Berlanjut ke Splendid China yang terletak tidak jauh dari WOW berada, Splendid China mempunyai konsep yang sama dengan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), yaitu membuat miniatur dan dikumpulkan di dalam satu tempat. Tempat ini sendiri merupakan taman dengan replika terluas di dunia. Menempati luas 30 hektar, Splendid China menyajikan sejarah 5000 tahun yang lalu melalui 84 miniatur bangunan dengan skala 1:15. Beberapa miniatur yang bisa ditemukan adalah the Great Wall of China, the Imperial Palace, the Temple of Confucius, dan the Three Gorges of the Yangtze River.

Selain miniatur ikon kota-kota di Tiongkok, Anda juga bisa menyaksikan beberapa atraksi sejarah Tiongkok seperti pertarungan Genghis Khan. Agar tidak capai mengelilingi area ini, Anda disediakan bus yang membawa Anda berkeliling Splendid China.
Selesai melihat Splendid China, mampirlah ke China Folk Culture Village yang menampilkan replika dalam ukuran yang sebenarnya. Menempati total area 18 hektar, China Folk Culture Village menampilkan cara hidup dari 24 etnis mewakili 56 kebudayaan yang ada di Tiongkok. Disini, Anda bisa melihat bagaimana cara hidup masing-masing etnis yang berada di Tiongkok melalui arsitektur, permainan sehari-hari, atau pakaian.
Di Splendid China kita dapat menonton banyak pertunjukan kecil dari masing masing provinsinya. Terdapat juga beberapa show besar, yang pertama adalah pertunjukan ketangkasan kuda dimana para pengendaranya memakai kostum China kuno lengkap dengan senjata jaman perang.Setelah pertunjukan kuda yang sangat memukau, kita dapat melihat Impressions theater, di dalamnya pertunjukan yang berjalan selama 1 jam ini, dapat dilihat tari-tarian dari segala penjuru provinsi China Tiongkok, dibagi menjadi beberapa segmen, semua penarinya cantik-cantik dan tinggi-tinggi, dengan kostum-kostum yang mewah dan anggun, sayang di dalam theater ini kita tidak boleh mengambil gambarnya.Seluruh pertunjukan yang disajikan akan ditutup dengan pertunjukan puncak yang dilakukan secara kolosal dan mewah.

Share:

DINAMIKA AVENUE OF STARS "SAKSI BISU PERFILMAN HONGKONG"



Salah satu lokasi waterfront promenade di Hong Kong adalah Avenue of Stars. Dengan plakat penghargaan, cetakan tangan selebritis, pilar bintang deskriptif, sculpture benda-benda perfilman, patung aksi kungfu Bruce Lee dan patung perunggu karakter kartun popular McDull, Avenue of Stars mengungkapkan sisi glamor dari industry perfilman Hong Kong menandingi pesona dari Pelabuhan Victoria. Sebagai ruang terbuka publik di perkembangan kota masa kini, Avenue of Stars telah berhasil menjadi bagian dari perkembangan arsitektur modern yang memanfaatkan daerah tepian laut secara maksimal yang dapat berfun5gsi sebagai wadah akivitas publik modern.

Avenue of Stars, merupakan sebuah kawasan pejalan kaki sepanjang 440 meter berada pada 3 meter di atas permukaan laut. Pola lanskap AOS dirancang berdasarkan respon terhadap bentuk kawasan New World Centre. Pada mulanya, kelompok New World Group membangun tempat pejalan kaki sepanjang tepi laut di area New World Centre pada tahun 1982 yang didesain oleh Dennis Lau & Ng Chun Man Architects & Engineering Hong Kong Limited. Sebelum akhirnya pada tahun 2003, mereka mengumumkan bahwa akan membelanjakan sekitar HK$ 40 juta untuk membangun AVENUE OF STARS, sebuah proyek yang didukung oleh Hong Kong Tourism Board, Tourism Commissions, Leisure and Cultural Services Department dari pemerintahan Hong Kong dan Hong Kong Film Award Association. Pada 28 April 2004 AOS resmi dibuka sebagai lokasi tujuan wisata turis domestik maupun internasional dengan upacara pembukaan yang diadakan sehari sebelumnya.

Avenue of Stars mengambil konsep berdasarkan Hollywood’s Walk of Fame yang berkaitan dengan industri entertain, hanya saja Avenue of Stras mempunyai perbedaan dari Walk of Fame tersebut. Walk of Fame dibangun untuk penghargaan terhadap industri entertain Hollywood dan terletak di jalan raya besar Hollywood, sedangkan Avenue of Stars terletak pada tepi laut dan dibangun untuk penghargaan terhadap industri perfilman Hong Kong. Avenue of Stars mengambil konsep pembangunan “Waterfront and Promenade Development”, yang berarti pengembangan kawasan jalan tepi laut yang memanfaatkan kawasan pelabuhan lama untuk dikembangkan  menjadi kawasan bisnis, hiburan, serta pariwisata.

Struktur Avenue of Stars menggunakan struktur dermaga Deck on Pile (open type structure) dengan serangkaian tiang pancang (piles) sebagai pondasi untuk lantai dermaga. Seluruh beban dan gaya di lantai dermaga diterima sistem lantai dermaga dan tiang pancang pada struktur dermaga. Pada umumnya jenis struktur tiang pada struktur dermaga Deck on Pile sedikit sensitive terhadap getaran-getaran lokal seperti tumbukan bawah air akibat haluan kapal dibandingkan struktur dermaga lainnya. Untuk keuntungan struktur dermaga Deck on Pile yaitu konvensional dan perawatan lebih mudah.

Avenue of Stars mengambil setting pedestrian di tepi laut Tsim Sha Tsui Waterfront Promenade dekat dengan Hong Kong Museum of Art dan terletak di sepanjang kawasan Waterfront Promenade sampai kawasan New World Centre. Hal ini dikarenakan akses transportasi pada area tersebut sangat mudah, selain itu di sekitarnya terdapat banyak hotel dan pusat perbelanjaan. Lokasi tersebut juga menawarkan pemandangan Pelabuhan Victoria dan skyline Pulau Hong Kong di seberangnya.

Namun sangat disayangkan, Avenue of Stars di Tsim Sha Tsui ditutup karena sedang dalam pemugaran dan renovasi hingga akhir tahun 2018. Sementara ini, beberapa koleksi di Avenue of Stars ditampilkan di Garden of Stars dan Starry Gallery.

Share:

FAKTA MENARIK TENTANG MAKAU

  1. Casino Lisboa yang lama dan juga bangunan Bandar Judi Online Hotel Lisboa setinggi 15 lantai yang dibangun di tahun 1970 merupakan kasino tertua di Macau.
  2. Macau juga secara resmi disebut sebagai Daerah Istimewa Macau.
  3. Salah satu penduduk paling terkenal di sini adalah “The King of Gambling,” Stanley Ho Hung Sun, yang sempat memonopoli industri taruhan Macau selama 40 tahun.
  4. Macau juga dikenal dengan ‘Haojing’ (Berarti Oyster Mirror) atau Jinghai (yang berarti Mirror Sea), sebelum pendudukan penjajah Portugis pada abad ke 16.
  5. Kuil A-Ma sudah ada pada tahun 1488 jauh sebelum sejarah kota Macau lahir dan kuil ini merupakan perwakilan dari keragaman budaya Cina, diilhami oleh Confucianism, Taosim, Buddha dan juga beragam keyakinan lain.
  6. Para penduduk lokal percaya bahwa nama ‘Macau’ berasal dari dewi Matsu (dewi laut dan juga nelayan) yang disembah di Kuil A-Ma yang dibangun pada tahun 1448.
  7. Macau menyerap sebanyak 28 juta pengunjung, lebih dari total populasi Australia, di tahun 2011 saja.
  8. Trishaws (becak tradisional Macau) sekarang yang digunakan untuk mengangkut turis dulunya merupakan metode transportasi utama yang digunakan di Macau.
  9. Dengan perkembangan kasino yang tidak henti-hentinya di Macau, tempat ini menjadi pasaran taruhan terbesar di dunia, bahkan melebihi Las Vegas.
  10. Hak membeli lahan parkir mobil di sini bisa setinggi 1 juta patacas (atau sekitar $125 ribu).
  11. The Grand Canal Shopping Center yang terletak di Venetian Resort Hotel merupakan mall belanja indoor terbesar di Macau dengan luas sebesar 968 ribu kaki persegi.
  12. Sering kali disebut sebagai projek turis terbesar dalam sejarah dunia, the Cotai Strip, dinamai menyamai Las Vegas Strip merupakan projek reklamasi tanah besar-besaran yang menggabungkan dua pulau sekaligus yaitu Coloane dan Taipa.
  13. The Guia Lighthouse yang sudah ada sejak 1865 merupakan mercusuar modern pertama yang pernah dibangun di pesisir pantai Cina.

Image result for Macau Night
Share: